Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada hamba dan utusan-Nya, para sahabatnya, dan pengikut setia mereka. Amma ba’du.
Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah mengatakan, “Surat Al-Fatihah adalah surat paling agung dalam al-Qur’an, berdasarkan hadits Abu Sa’id bin Al-Mu’alla yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4474). Ia mengandung ketiga macam tauhid; tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat.” (Min Kunuz al-Qur’an al-Karim, dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin 1/149)
Tauhid Rububiyah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.” (Al-Fatihah : 1). Di dalam ayat ini, terkandung tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya. Keyakinan bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta.
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Jenis tauhid ini, orang yang mengakui/meyakini hal ini semata maka belum bisa memasukkan dirinya ke dalam Islam. Karena perkara ini pun telah diakui oleh orang-orang kafir. Hal ini sebagaimana telah disebutkan Allah jalla wa ‘ala dalam al-Qur’an pada banyak ayat.” (I’anatul Mustafid Bi Syarhi Kitabit Tauhid, 1/25)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan.” (Al-Fatihah : 3). Di dalam ayat ini juga terkandung tauhid rububiyah. Allah adalah penguasa alam semesta, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di dalam ayat ini juga terkandung penetapan hari kiamat dan pembalasan atas amal-amal hamba.
Tauhid Uluhiyah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (Al-Fatihah : 4). Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah. Kita tidak beribadah kecuali kepada Allah semata.
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Di dalam surat ini terkandung bantahan bagi kaum musyrikin yang beribadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dalam ‘Iyyaka na’budu’ dimana di dalamnya terkandung pemurnian ibadah untuk Allah.” (Syarah Ba’dhi Fawa-id Surah Al-Fatihah, hal. 9)
Selain itu di dalam ayat ini juga terkandung tauhid rububiyah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, bahwa di dalam ‘Iyyaka nasta’in’ terkandung tauhid rububiyah (lihat Syarah Ba’dhi Fawa-id, hal. 23)
Allah seringkali menyandingkan tauhid rububiyah dengan tauhid uluhiyah. Karena tauhid rububiyah adalah dalil dan landasan untuk mewajibkan tauhid uluhiyah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian, yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah : 21). Perintah beribadah kepada Allah di dalam ayat ini diikuti dengan keterangan bahwa yang layak disembah itu adalah yang menciptakan; dan ini merupakan bagian dari keyakinan dalam hal tauhid rububiyah. Karena hanya Allah yang menciptakan maka hanya Allah pula yang berhak disembah (tauhid uluhiyah).
Tauhid Asma’ wa Shifat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang maha pengasih lagi maha penyayang.” (Al-Fatihah : 2). Di dalam ayat ini terkandung nama Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Sehingga di dalamnya terkandung tauhid asma’ wa shifat. Tauhid asma’ wa shifat mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Tiada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dalam hal nama atau sifat-Nya.
Selain itu, di dalam ayat ini juga terkandung roja’ atau harapan. Pilar ibadah itu ada tiga; cinta/mahabbah, roja’/harapan, dan khouf/takut. Di dalam ‘alhamdulillah’ terkandung mahabbah. Di dalam ‘arrahmanirrahiim’ terkandung roja’. Dan di dalam ‘maaliki yaumid diin’ terdapat khouf./takut; yaitu takut akan hukuman Allah kelak.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Di dalam ayat pertama -alhamdulillah- terkandung mahabbah/cinta; karena Allah adalah yang memberikan nikmat. Sementara pemberi nikmat dicintai sesuai dengan besarnya kadar nikmat yang diberikan olehnya.” (lihat Syarah Ba’dhi Fawa-id oleh Syaikh al-Fauzan, hal. 12)
Syaikh al-Fauzan berkata, “Ayat kedua dari surat Al-Fatihah yaitu ‘arrahmanirrahiim’ mengandung roja’/harapan; harapan terhadap rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Karena apabila Allah adalah Maha Pengasih lagi Penyayang maka rahmat/kasih sayang-Nya subhanahu wa ta’ala pasti diharapkan.” (lihat Syarah Ba’dhi Fawa-id, hal. 18)
Demikian faidah ringkas yang bisa kami susun -dengan taufik Allah- pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi kita, menumbuhkan keimanan dan memupuk ketaatan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Rujukan :